Buku Perjuangan :
KONSPIRASI LALIM
PERADILAN SESAT
Sekilas
Buku yang berkisah tentang sejatinya seorang
wartawan yang mengendus peristiwa penculikan dan pembunuhan seorang anak
pejuang purnawirawan TNI cendekiawan muda ahli perikanan kelautan DR. Ir. Oddie
A. Manus, MSc, di Sulawesi Utara, akhirnya harus mengalami serentetan
penyiksaan dan kriminalisasi dengan pola-pola konsisten ala Teroris.
Buku yang setelah direvisi ulang
berdurasi 208 halaman ini, juga menceritakan penyiksaan psykologis yang dialami
keluarga wartawan tersebut, mulai dari mertua,
istri hingga ketiga anaknya, yang mengalami tekanan, teror, ancaman dan dibawah
(“sandera”) oleh Mafia Hukum Sulut dirumah Dinas orang nomor satu Sulawesi
Utara yang menyusup/ memanfaatkan sistem mulai dari institusi Eksekutif hingga
ke Yudikatif.
Sebagai seorang jurnalis, panggilan profesinya sungguh disadarinya
mengandung resiko yang sangat berat. Dimana panggilan pengabdian mirisnya bukan
hanya dipenjara, bahkan sampai dibunuhpun bisa terjadi. Namun panggilan
profesinya kali ini yang akan mengungkap misteri kejahatan HAM besar, sadis
kejam dan biadab yang terjadi di Sulawesi utara, harus menghadapi tekanan,
teror, ancaman, bahkan penyiksaan berupa pengurungan penjara hingga empat ( 4 )
kali pun dialaminya.
Penyiksaan yang dilakukan oknum-oknum aparat kepolisian ini,
tak melunturkan perjuangannya untuk membuka misteri kejahatan pelanggaran HAM
baik yang diendusnya maupun siapa dalang dibalik misteri penyiksaan terhadap
diri dan keluarganya, ikut diendus mengikutri skenario para Mafia Hukum yang
menyusup dalam institusi pemerintah.
Adalah klimaks yang
sangat memilukan hati dan jiwanya, namun tak meruntuhkan semangat menguak
misteri kebidaban tersebut, ketika Konspirasi Lalim para Mafia tersebut
menerobos ruang pengadilan yang diharapkan dapat membantu menemukan jawaban
atas berbagai kejahatan para Mafia Hukum, namun ternyata yang didapatinya, ternyata
konspirasi dengan Mafia Peradilan, ikut bermain melahirkan prosesi Peradilan Sesat,
dari fenomena serentetan tindakan kejam dan biadab di Sulawesi Utara yang kurun
waktu 5 tahun ini penulis alami.
Secara specifik, kisah tragis yang menimpa anak purnawirawan
TNI wakil ketua FKPPI ini, memang tidak begitu diulas secara menyeluruh, namun
misteri dibalik penyiksaan terhada penulis dan keluarga yang membuat penasaran,
hingga penulis harus mengikuti alur skenario penyiksaan untuk memburu misteri
yang kini melahirkan pertanyaan dan petunjuk yang dapat dipakai untuk
menganalisis skenario besar dibalik tragedi paling sadis dan biadab tersebut
berupa penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc. Sehingga msiteri
didalam buku ini menjadi sangat berarti dan berguna serta menarik untuk dibaca sebagai
bahan analisis secara komfrehensif.
Kisah penyiksaan penulis secara fisik maupun psykis hingga
menerobos keluarganya, kuat dugaan bermotivasi untuk membungkamnya. Temaram arah
kisah ini, memperoleh petunjuk kuat siapa sebenarnya dalang dibalik penyiksaan
maupun dibalik pembunuhan sadis dan biadab tersebut. Sehingga tak ada lagi yang
seharusnya dapat ditutup-tutupi. Dimana ternyata dilakukan oleh konspirasi
besar Mafia Hukum, Mafia Peradilan, Mafia Jurnalis dan Makelar Kasus.
Kisah tragisnya, awal investigasi, dihadang dan diburu
“Densus 88” asal Sulawesi Tengah, yang diduga dibayar orang tertentu untuk
kepentingan tertentu. Kemudian berlanjut hingga kepenculikan ala teroris oleh 6
oknum Buser Poltabes Manado, kemudian disekap dan dipenjarakan tanpa melalui
prosedur (SOP) secara patut dan direkayasa I dan II.
Tiba-tiba, ada yang datang meminta berdamai, yang tak jelas
hubungan sebab musababnya dan essensial perselihannya. Karena penulis menolak,
dilahirkan Rekayasa III, bahkan dilahirkan lagi skenario penangkapan ala teroris oleh 8 Buser Poltabes Manado untuk
kali yang ketiga dan dipejarakan kali ketiga dengan tuduhan palsu ( Rekayasa
IV).
Setelah bebas dari penjara karena tidak ditemukan kesalahan
(Rekayasa II), sedang menjalani sidang REKAYASA III, karena terus bertahan dan
melawan kriminalisasi Sindikat Mafia HAM, kembali ditangkap ala Teroris kali
keempat oleh oknum Polisi Polda Sulut dan Polres Jakarta Pusat tanpa surat
penangkapan, berdasarkan penetapan penahanan oleh Mafia Peradilan dengan pasal dakwaan
yang dimanipulasi ala Cyrus Sinaga menjadi 335 ayat 1 ke-1 KUHP oleh JPU Rilke
Palar, SH dan Cladya Lakoy yang tidak sesuai BAP penyidik Poltabes Manado pasal
310 dan 315 KUHP yang hingga kini masih dilindungi, tanpa diproses seperti
Cyrus Sinaga.
Klimaks sidang atas tuduhan rekayasa delik aduan pasdal 310
dan 315 KUHP Gubernur Sulut SH. Sarundajang yang prosesi sidangnya terjadi Rekayasa
dan manipulasi fakta hukumnya dalam dakwaan
menjadi pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP ini, terus berlanjut dengan rekayasa atas
izin penundaan sidang yang telah diajukan secara resmi untuk melihat anaknya
yang sakit (rawat inap) di Psykiatri Remaja dan anak RSCM akibat di”sandera”
dan diancam dirumah Gubernur Sulut, dimanipulasi
Jaksa Penuntut Umum menjadi melarikan diri.
Sedang mendampingi anak yang sakit, dijemput melalui
penangkapan ala TERORIS oleh Polisi Polda Sulut yang dipimpin kasat cyber crime
AKBP Sudjarwo dan 6 orang oknum berpakaian preman dari Polres Jakarta Pusat
dengan pasal manipulatif hasil konpirasi kejahatan Mafia Hukum.
Fakta kontroversial yang ditengarai telah disetting Mafia
Hukum Sulut yang berkonspirasi dengan Mafia Peradilan, terus berlanjut hingga melahirkan
: Putusan Menipu Tuhan, melalui proses
rekayasa Peradilan Sesat dengan tanpa memeriksa Korban dan Terdakwa.
Putusan Menipu Tuhan tersebut dilahirkan dengan kekuasaan
dan otoriterian majelis hakim Peradilan PN. Manado selama 9 ( sembilan ) bulan
penjara dengan pasal manipulasi 335 ayat 1 ke-1 KUHP dimana saya tidak pernah
diperiksa dan disidik penyidik Polisi, dan dikuatkan ditingkat banding oleh
majelis hakim pengadilan Tinggi Manado, dengan pertimbangan hukum yang
dimanipulasi baik fakta persidangan, maupun manipulasi alat bukti surat, yang
bertentangan dengan pasal 197 ayat 1 d dan f KUHAP. Sehingga dari keganjilan
Peradilan Sesat tersebut, berindikasi kuat dugaan telah terjadi penyuapan
berupa pemberian sebuah mobil Ford kepada ketua PN. Manado. Entah ketua PT.
Manado kena imbasnya ?.
Fenomena Peradilan Sesat hingga melahirkan : Putusan Menipu
Tuhan ini, ternyata terus berlanjut hingga ke Mahkamah Agung RI. Upaya Kasasi
Pidana Umum atas delik aduan pencemaran nama baik yang “katanya” terjadi pada
bulan Februari 2007 dan baru dilaporkan April 2008 atau setahun lebih dan
dilaporkan oleh kaki tangannya Boy Watuseke bukan Korban Gubernur Sulut SH.
Sarundajang ini, malahirkan penahanan dari Pidana Khusus Mahkamah Agung RI.
Dimana putusan Menipu Tuhan ini berlanjut melahirkan putusan 6 bulan penjara
dengan pasal 310 KUHP tanpa alasan fakta dan pertimbangan hukum atau
bertentangan dengan pasal 197 ayat 1 d dan f KUHAP, setelah penulis dipenjara selama
9 bulan.
Berikut kronologis Mafia busuk yang kejam dan biadab
ini : Rekayasa (I) permintaan ajudan Gubernur SH. Sarundajang kepada Wagub.
Freddy Sualang, agar membuat laporan fitnah, namun ditolak Wagub Freddy Sualang.
Rekayasa (II) memakai tangan Ir. Recky Toemandoek, MM, vonis bebas murni
(vrijsprak). Rekayasa III, mengerucut hingga patut diduga biang keroknya,
laporan pencemaran nama baik Gubernur, yang prosesi sidang penuh rekayasa dan
manipulasi. Rekayasa IV dituduh percobaan menganiaya Polisi, vonis bebas oleh PN. Manado yang diketua
hakim Aris Boko, SH. Rekayasa V pencemaran nama Gubernur dan fitnah, di Polda
Metro Jaya, sedang dalam proses penyerahan berkas ke PN. Jakarta Pusat. Rekayasa
VI, laporan fitnah atas anak kami yang di “sandera” di Poltabes Kota Manado.
Rentetan penyiksaan dan penindasan kebiadaban serta
kekerasan fisik yang penulis alami, entah ada apa dan berhubungan dengan apa, tiba-tiba
penulis dikeroyok oleh sekelompok wartawan anggota PWI Cab. Sulut yang
sebelumnya meminta berdamai dengan Gubernur namun ditolak. Pengeroyokan ini,
ternyata terus berlanjut oleh sekelompok preman yang pimpinannya anak mantu
dari Freddy Roeroe mantan wartawan Kompas staf ahli Gubernur yang meminta
berdamai dengan Gubernur namun ditolak penulis.
Karena terus berjuang mencari keadilan di Jakarta,
sekelompok Mafia Jurnalis Sulut ini merancang suatu pertemuan disebuah Restoran
Jl. Boulevard. Yang menghasilkan Tim yang dikirim dan bergerilya ke Jakarta melaporkan penulis
kebeberapa organisasi Pers dan Dewan Pers. Lantas ada kepentingan apa hingga
sekelompok Mafia Jurnalis ini melakukan pembelaan dan kekerasan fisik kepada penulis
?.
Atas kekerasan yang dialami penulis, telah dilaporkan
ke Poltabes Kota Manado. Namun kurun waktu 3 tahun berjalan ini masih tak jelas
kelanjutannya, termasuk segudang laporan yang dilakukan penulis kepada beberapa
institusi kepolisian di Sulut. Diduga, adanya hubungan konspirasi dengan
Sindikat Mafia Hukum yang dilindungi, sehingga tidak terjangkau hukum.
Dari analisa keterlibatan para Mafia Jurnalis yang
dilindungi ini, diduga didalangi salah seorang wartawan senior yang juga staff
ahli Gubernur yang diduga pula mengetahui dan atau ikut terlibat dengan penculikan
dan pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc. Pasalnya, indikator getolnya Mafia
Jurnalis ini melakukan berbagai kekerasan fisik dan kriminalisasi memberikan
petunjuk kuat keterlibatannya untuk menghambat upaya saya mengendus kasus
pelanggaran HAM besar ini.
Apalagi anak-anak penulis ikut disiksa untuk memaksa
agar penulis mengikuti kemauan mereka. Karena tindakan Sindikat Mafia Hukum
yang biadab meminta damai dengan embel-embel ancaman, yang mengusik ketenangan
anak-anak penulis yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa, harus dibawah
(“sandera”) dan diancam dirumah Dinas Gubernur SH. Sarundajang, telah
menyebabkan mereka menjadi ketakutan dan trauma. Fakta ini makin memberikan
petunjuk Mafia ini dalangnya.
Kini 2 orang anak penulis harus menghentikan
sekolahnya. Dimana anak wanita tertua : Risa Christie berhenti ditingkat akhir
Fakultas Hukum UNSRAT, dan adiknya Prasetyo harus berhenti sekolah di SMK
Nusantara karena sakit : Tekanan Mental, atas ancaman tersebut.
Lantas mengapa Gubernur Sarundajang gerah ?. Bahkan
saking gerahnya harus menzolimi anak-anak penulis yang tidak tahu apa-apa ?.
Mengapa aparat negara ikut-ikutan melakukan kriminalisasi terhadap penulis ?
Mengapa mereka begitu mudah dijadikan centeng ?. Apakah Sarundajang terlibat
dengan pembunuhan sadis dan biadab yang diendus penulis dan Tim ?. Walahuallam
?.
Semua penyiksaan yang anak-anak penulis alami, telah
dilaporkan ke Mabes POLRI dan Polda Sulut, namun hampir tak ada yang digubris.
Bahkan atas laporan penulis, istri dan anaknya tersebut, malah sebaliknya,
penulis direkayasa kali ke-VI, sebagai telah melakukan fitnah di Poltabes
Manado, yang reaksi penanganannya begitu cepat. Dalam pemberitaan dibeberapa
media harian lokal Sulut, Gubernur berdalih anak-anak penulis datang minta bantuan
dana kepadanya. Apa benar ?. Rumah Gubernur saja tak diketahui mereka. Apa
logis masalah penyiksaan yang menimpa ayah mereka, membuat mereka harus meminta
dana kepada yang menyiksa ayah mereka ?. Entah dalih apalagi !
Peristiwa tragis yang kami alami, bukan saja telah
dilaporkan ke Mabes Polri berkali-kali, namun kepada Kejaksaan Agung RI,
Mahkamah Agung RI, Komisi Kepolisian RI, Komisi Kejaksaan RI, Komisi Yudisial
RI, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
Komisi Nasional Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Kontras,
LBHI, LBH Manado, Komisi III DPR RI,
Ketua DPR/ MPR RI, termasuk Presiden RI, semua tak membuahkan hasil. Bahkan
kriminalisasi dengan tuduhan Rekayasa justru semakin menjadi-jadi.
Saat ini, masih sedang menghadapi pemeriksaan tambahan
atas kasus Rekayasa V di Polda Metro Jaya setelah berkasnya dikembalikan
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk pemeriksaan saksi meringankan. Dimana
pemeriksaan saksi meringankan, telah dilakukan kepada anggota KPK Bapak Adnan Pandu
Praja, SH, LLM, sambil menunggu pemeriksaan saksi ahli dari Komisi Hukum dan
perundang-undangan Dewan Pers. Sehingga belum dilimpahkan ke PN. Jakarta Pusat.
Sementara masih menunggu kasus Rekayasa VI Fitnah atas
ketiga anak penulis yang dibalik menjadi datang meminta uang kepada Gubernur,
dan bukan di”sandera” di Poltabes Manado. Bahkan sesuai keterangan pengacara
Sarundajang Juman Budiman dibeberapa media harian lokal Manado, penulis masih
harus menghadapi laporan Rekayasa VII di Polda Metro Jaya dan Rekayasa VIII di
Poltabes Manado.
Lantas mengapa semua laporan penulis tidak didengar baik
di Mabes Polri maupun di Polda dan Poltabes Manado ?, apakah karena melibatkan
aparat negara dan pejabat sehingga yang kebal hukum ?. Apakah ada pihak
pemerintah pusat yang terlibat, ataukah karena telah disuap ?. Entahlah mungkin
karena penulis orang kecil, sehingga terjadi pilih kasih. Namun semua ini tidak
akan membuat penulis patah semangat akan terus berjuang sampai kapanpun dan
dimanapun. Kami yakin Tuhan tidak akan membiarkan anak-anaknya yang setia dalam
keadilan dan kebenaran.
Namun yang masih merisaukan kami, sampai saat ini, sejumlah
penyiksaan berupa, ancaman, teror, tekanan, pengeroyokan, penculikan,
penyekapan dan pemenjaraan secara sewenang-wenang, masih terus merongrong.
Saat ini, kami : saya, Istri dan anak-anak masih merasa
was-was dan merasa terancam. Apalagi berbagai laporan keberbagai lembaga negara
termasuk Presiden, tak memperoleh jawaban dan penanganan secara patut.
Sehingga kami terus mencari alternatif perjuangan lain
untuk mencari keadilan dalam kebenaran. Dan setelah keluar dari pemenjaraan
kali keempat (4) di Rutan Kelas II A Manado, saya memilih buku sebagai
alternatif media perjuangan kami. Beberapa buku sedang dalam proses penulisan.
Termasuk akan melahirkan program perjuangan lainnya.
Kisah ini enak dibaca karena lahir dari kisah sejati
yang penulis sekeluarga alami. Disamping itu pula, dapat dijadikan sumber
kajian dan pembanding secara ilmiah untuk kepentingan hukum.
Melalui brosur dengan uraian yang cukup panjang ini
pula, selain menjadi media promosi buku : KONSPIRASI LALIM PERADILAN SESAT dari
kisah sejati kami, untuk perjuangan. Diharapkan juga menjadi bagian dari upaya
memperoleh simpati perlindungan para pihak Lembaga Negara, Lembaga Profesi/
Swadaya Non Pemerintah baik ditingkat ASEAN maupun PBB, sambil terus berjuang
mencari keadilan untuk perdamaian HAM di Indonesia, ASEAN dan dunia.
Mengingat begitu panjang perjalanan perjuangan kami,
melalui brosur ini pula, kami datang mengetuk hati para sahabat handai tolan,
serta siapapun perorangan maupun kelompok/ lembaga yang memiliki rasa
kemanusiaan dan tersentuh hati nuraninya, memohon bantuannya untuk menjadi
sponsor rintisan jalan perjuangan mencari keadilan.
Oleh : Ir. Henry John Ch. Peuru
Email : peuruhenry@gmail.com
Facebook : /henry.peuru
Twitter : @peuruhenry
Blog : jejakpeuru.blogspot.com
Hp.081219646926, 082191574812
Bank : BCA Rek.: 0671860666